Sabtu, 22 Januari 2011

sejarah

  1. Pengaruh Perang Vietnam
1.       Perang Indochina
Bangsa Vietnam mendiami daerah-daerah yang bersejarah seperti Tonkin (Vietnam Utara), Annam(Vietnam Tengah) dan Cochin Cina ( Vietnam Selatan). Vietnam dijadikan wilayah koloni bangsa Eropa pada abad ke-16.
Wilayah Vietnam yang pertama dikuasai bangsa Eropa adalah Saigon yang direbut Prancis pada tahun 1859. Dari Saigon kekuasaan Prancis meluas ke seluruh Vietnam setelah menguasai Cochin Cina, Annam, dan Tonkin.
Kekuasaan Prancis di Vietnam dihancurkan oleh pasukan Jepang pada tahun 1940. Sejak itu Vietnam berada di bawah pendudukan militer Jepang. Kekuasaan Jepang di Vietnam berakhir pada tahun 1945 setelah mengalami kekalahan dalam Perang Dunia Kedua. Pada 25 Agustus 1945 golongan komunis Vietnam di bawah kepemimpinan Ho Chi-Mihn memproklamasikan kemerdekaan Vietnam.
Prancis sebagai negara Pemenang Perang Dunia Kedua dan pernah menguasai Vietnam menolak untuk mengakui kemerdekaan Vietnam tersebut. Pada tahun 1946 Prancis mengirimkan pasukan tempurnya untuk menghancurkan pasukan Ho Chi-Mihn. Serangan ini menciptakan Perang Indochina antara tahun 1946-1954.
Perang Indochina merupakan perang pertama dalam Perang Dingin. Amerika Serikat dan sekutunya membantu Prancis, sedangkan Uni Soviet membantu Vietnam. Keduanya ingin memasukkan Vietnam dalam blok persekutuannya. Pada tahun 1950 negara komunis RRC juga memberi bantuan kepada Vietnam.
2.       Perang Vietnam
Bantuan Uni Soviet dan RRC memperkuat pasukan Vietnam sehingga mereka dapat mengalahkan pasukan Prancis pada tahun 1954. Akibat perang ini, negara Vietnam terbagi menjadi dua , yakni Vietnam Utara yang komunis dan Vietnam Selatan yang antikomunis. Kekuasaan mereka akan ditentukan melalui pemilihan umum. Pada tahun 1955 Vietnam Selatan menolak hasil pemilihan umum yang dimenangkan golongan komunis. Mereka memproklamasikan negara Vietnam Selatan dengan dukungan Amerika Serikat.
Pemisahan Vietnam Selatan memicu perang saudara pada tahun 1957. Pasukan Vietnam Utara menyerbu wilayah Vietnam Selatan yang lebih lemah. Namun Vietnam Selatan dapat bertahan karena dibantu pasukan Amerika Serikat. Perang berakhir pada tahun 1975 dengan kemenangan Vietnam Utara setelah mereka berhasil merebut ibukota Vietnam Selatan di Saigon.
Vietnam Telah mengalahkan dua negara kuat Blok barat, yaitu Prancis dan Amerika Serikat. Pada tanggal 2 Juli 1976 golongan komunis Vietnam memproklamasikan pendirian negara Republik Sosialis Vietnam dengan ibukota Hanoi (kemudian diganti Ho Chi-Mihn City) dan dasar negara komunisme. Hingga sekarang sisa-sisa pasukan Vietnam Selatan yang antikomunis melancarkan perang gerilya. Mereka menamakan diri sebagai organisasi FULRO ( Front Persatuan Perjuangan Suku Tertindas). Pendukung utama FULRO berasal dari suku Montagnard.
3.       Masalah Kampuchea
Kampuchea berbatasan langsung dengan Vietnam berada di antara Vietnam dan Thailand. Suku terbesar di Kampuchea adalah bangsa Khmer yang berkuasa sejak abad ke-9 M dan berjaya pada abad ke-13 M. Kampuchea dijajah Prancis pada abad ke-19 M. Prancis menggabungkan Kampuchea, Vietnam dan Laos dalam satu sistem administrasi pemerintahan Indochina. Bangsa Khmer sangat antikomunis sehingga mereka menolak menggabungkan perjuangan menentang Prancis dengan golongan komunis Vietnam dan Laos.
Kekuasaan Prancis di Indochina berakhir pada tahun 1940 setelah dikalahkan pasukan Jepang. Untuk mendapat dukungan rakyat Kampuchea, pemerintah pendudukan militer Jepang mengakui Pangeran Norodom Sihanouk sebagai raja Kampuchea tanpa kekuasaan karena penguasa sesungguhnya adalah Pemerintah jepang. Kekuasaan Jepang di Kampuchea berakhir pada 14 Agustus 1945.
Kekalahan Jepang dimanfaatkan Ho Chi-Mihn untuk memproklamasikan kemerdekaan Vietnam. Ho Chi-Mihn memasukkan Laos dan Kampuchea ke dalam wilayah kekuasaannya. Hanya penguasa Laos yang menerima penggabungan ini, sedangkan Sihanouk menolak menggabungkan wilayah kekuasaannya dengan negara komunis Vietnam. Sebaliknya, ia memasukkan Kampuchea ke dalam Federasi Indochina yang dipimpin Komisi Tinggi Prancis di Saigon.
Kampuchea pada awalnya memihak Prancis dalam perang Prancis-Vietnam tahun 1946. Namun sebelum perang berakhir tahun 1954,  Sihanouk telah memperbaiki hubungan negaranya dengan negara komunis Vietnam Utara dan RRC.
Kebijakan luar negeri Sihanouk tersebut ditentang Perdana Menteri Kampuchea Lon Nol yang sangat antikomunis. Pada 18 Maret 1970 Lon Nol menggulingkan Sihanouk saat berada di luar negeri. Ia mengubah kampuchea dari kerajaan menjadi republik pada bulan Oktober 1970. Sihanouk sendiri mendirikan pemerintahan di pengasingan. Ia bergabung dengan Khmer Merah pimpinan Pol Pot membentuk Front Persatuan Nasional Kampuchea.
Keberhasilan pasukan Vietnam Utara mengalahkan Vietnam Selatan dukungan Amerika Serikat pada tahun 1975 langsung berpengaruh terhadap pemerintahan Lon Nol di Kampuchea. Ia segera terguling dari kekuasaannya. Pol Pot merebut kekuasaan dengan dukungan Vietnam. Sihanouk melarikan diri ke RRC. Tokoh oposisi Kampuchea lainnya, yakni Heng Samrin dan Hun Sen melarikan diri ke Vietnam.
Kampuchea di bawah kepemimpinan Pol Pot membangun kerjasama dengan RRC yang sedang bermusuhan dengan Vietnam. Hal ini medoring Vietnam menyerang Kampuchea dan menggulingkan pemerintahan Pol Pot pada akhir tahun 1978. Beberapa bulan kemudian, pada tahun 1979 dibentuk pemerintahan Dewan Revolusi Rakyat Kampuchea pimpinan Heng Samrin yang didukung pemerintah komunis Vietnam. Sejak itu Kampuchea mempunyai dua pemerintahan yang saling bermusuhan, yakni pimpinan Pol Pot dukungan RRC dan pimpinan Heng Samrin dukungan Vietnam.
4.       Campur Tangan ASEAN
Perang saudara di Kampuchea telah mengganggu kawasan keamanan Indochina dan Asia Tenggara. Ada tiga negara dengan angkatan perang yang kuat seperti RRC, Vietnam dan Uni Soviet yang terlibat dalam perang saudara di Kampuchea. Perang saudara yang berkepanjangan mengancam keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara Asia Tenggara. Secara geografis, Asia Tenggara berbatasan langsung dengan Indochina yang terdiri dari Vietnam, Laos dan Kampuchea. Oleh karena itu kekacauan Indochina mempunyai  pengaruh terhadap Asia Tenggara, seperti meningkatnya pengungsian ke wilayah Thailand yang bertetangga dengan Kampuchea. Thailand adalah anggota ASEAN, organisasi negara-negara Asia Tenggara.
Untuk menyelesaikan konflik Kampuchea, ASEAN mengusulkan pembentukan pemerintahan koalisi yang longgar dengan nama CGDK ( Coalition Government for Democratic  Khmer /Pemerintahan Koalisi Demokratis Khmer ). Usulan ini diterima sehingga CGDK terbentuk pada tanggal 17 Juni 1982. Legitimasi CGDK semakin kuat setelah diakui oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai perwakilan resmi Kampuchea dalam hubungan internasional. Sejak tahun 1982 itulah pasukan Vietnam ditarik mundur  dari Kampuchea.
Pembentukan CGDK dan penarikan mundur pasukan Vietnam tidak berhasil menghentikan konflik di Kampuchea karena pertempuran masih sering terjadi. Pada tanggal 5 Desember 1987 pihak yang bertikai di Kampuchea menandatangani perjanjian damai di Paris, Prancis. Namun perjanjian damai ini tidak berlangsung lama. Oleh karena itu Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas mengusulkan pertemuan informal untuk menyelesaikan masalah Kampuchea yang disaksikan negara-negara ASEAN, Laos, Vietnam, RRC dan Uni Soviet. Usulan ini diterima sehingga diadakan pertemuan informal JIM (Jakarta Informal Meeting) yang pertama di Bogor, Jawa Barat pada 25-28 Juli 1988. Pertemuan JIM kedua dilaksanakan bulan Februari 1989 di Jakarta.
Pemerintah Indonesia melalui JIM mempunyai peranan sangat penting dalam menyelesaikan masalah Kampuchea. Masyarakat internasional mempercayai pemerintah Indonesia dan Prancis untuk memimpin Konferensi Tingkat Tinggi untuk menyelesaikan masalah Kampuchea pada bulan Juli 1989 di Paris. Hasilnya adalah pelaksanaanperundingan di Tokyo, Jepang pada 4 Juni 1990.
Pertemuan informal untuk menyelesaikan masalah  Kampuchea yang diprakarsai ASEAN, khususnya pemerintah Indonesia, telah berhasil mengendalikan dampak perang saudara di Kampuchea agar tidak mengganggu keamanan Indochina dan Asia Tenggara. Keberhasilan ini medorong negara-negara Indochina seperti Kampuchea, Laos dan Vietnam untuk menjadi anggota ASEAN.

a.       Politik Luar Negeri  Indonesia
1.       Sebelum Peristiwa G30S/PKI
Politik luar negeri Indonesia dirumuskan oleh pemerintah Indonesia pada saat dunia sedang dilanda ketegangan akibat Perang Dunia antara Blok Timur pimpinan Uni Soviet dengan Blok Barat pimpinan Amerika Serikat. Kedua blok ini berusaha menarik Indonesia agar berpihak kepada salah satu blok. Namun pemerintah Indonesia menolak untuk memihak Blok Timur maupun Blok Barat karena bertentangan dengan kebijakan politik bebas aktif.
Berdasarkan politik bebas aktif itulah Indonesia harus bebas dari keberpihakan terhadap salah satu blok yang bertikai. Ketidakberpihakan ini bukan berarti Indonesia pasif, bahkan sebaliknya Indonesia harus aktif mengupayakan perdamaian dunia.
Mohammad Hatta adalah tokoh perumus politik luar negeri Indonesia yang pertama. Pada tahun 1950 ia terpilih sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil Konferensi Meja Bundar. Hatta melaksanakan politik luar negeri yang menekankan pada menciptakan hubungan baik Indonesia dengan negara-negara Asia dan Eropa Barat.
Perbaikan hubungan dengan Eropa Barat bukan berarti Indonesia masuk Blok Barat, tetapi berdasarkan perhitungan bahwa kepentingan ekonomi Indonesia masih berpusat di Eropa Barat. Di samping itu pemerintah Indonesia membutuhkan pinjaman uang untuk melaksanakan pembangunan setelah berperang melawan Belanda selama 4 tahun.
Kebijakan luar negeri rumusan Hatta tersebut dilanjutkan oleh Perdana Menteri Mohammad Natsir yang berkuasa di bulan September  1950 hingga Maret 1951. Penyimpangan dilakukan oleh Perdana Menteri sukiman yang menggantikan Natsir hingga Februari 1952. Ia menyetujui langkah Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo merundingkan kerjasama pertahanan Indonesia-Amerika Serikat dengan duta besar Amerika Serikat, untuk Indonesia, Merle Cochran. Perundingan ini dalam rangka meminta pinjaman dari pemerintah Amerika Serikat.
Langkah Menlu Ahmad Subarjo mendapat keras dari para wakil rakyat karena menyimpang dari garis politik bebas aktif. Protes ini mengaakibatkan jatuhnya Kabinet Sukiman. Pemerintahan pun berganti dengan Kabinet Wilopo yang memerintah hingga Juni 1953.
Kabinet Wilopo melanjutkan dasar hubungan luar negeri Indonesia –Amerika Serikat.  Isi perjanjian Subarjo-Cochran dibatasi yakni hanya kerjasama dalam bidang ekonomi  dan teknologi. Dengan demikian kerjasama Indonesia-Amerika Serikat merupakan bentuk kerja sama biasa antar negara berdaulat, sehingga menghindari Indonesia berpihak kepada Blok Barat tanpa menghilangkan pinjaman uang dari pemerintah Amerika Serikat.
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo yang menggantikan Wilopo merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia yang aktif menghimpun kerjasama negara-negara Asia dan Afrika. Sejak itulah mulai disusun rencana penyusunan kekuatan ketiga yang terdiri dari negara-negara Asia dan Afrika. Berdasarkan inilah Presiden Soekarno membuat peta kekuatan dunia tebagi 2 yakni NEFO (New Emerging Foces / Kekuatan Baru) dan OLDEFO ( Old Emerging Forces / Kekuatan Lama). Pemerintah Indonesia mempunyai peranan penting dalam menghimpun negara-negara Asia dan Afrika dengan melaksanakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.
a.       Konferensi Asia-Afrika
Bangsa-bangsa Asia dan Afrika oleh Soekarno digambarkan sebagai NEFO yang tumbuh melalui proses dekolonisasi setelah Perang Dunia kedua berakhir pada tahun 1945. Hasil dari dekolonisasi adalah lahirnya negara-negara baru. Seluruh negara jajahan Inggris disatukan dalam Negara Persemakmuran di bawah perlindungan Inggris. Pada bulan Januari 1950 mereka mengadakan pertemuan di Colombo, ibukota Srilanka. Agenda pertemuan merancang pembangunan bersama dengan bantuan dana dari Bank Dunia dan Amerika Serikat.  Anggotanya terdiri dari Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Burma, Brunei, Kepulauan Fiji, Filipina, India, Iran, Republik Khmer, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Maldives, Muangthai, Nepal, Pakistan, Selandia Baru, Singapura, Srilanka, Vietnam, Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Canada dan Australia. Setiap negara diwakili oleh Menteri Luar Negeri. Hasil pertemuan ini dikenal sebagai Colombo Plan ( Rencana Kolombo ).
Diilhami pertemuan Colombo, Perdana Menteri Srilanka Sir John Kotelawa mempunyai gagasan untuk mengadakan pertemuan tersendiri Negara-Negara Persemakmuran di Asia Selatan seperti Srilanka, India, Pakistan dan Myanmar. Namun Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru mengusulkan agar pemerintah Indonesia juga diundang karena memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang sama, meskipun bukan anggota Negara Persemakmuran Inggris. Usulan Nehru diterima oleh pemerintah Pakistan, Burma dan Srilanka. Hal ini membuktikan betapa pentingnya kedudukan Indonesia sebagai negara terbesar  di Asia Tenggara yang berdekatan langsung dengan kawasan Asia Selatan.
Gagasan Kotelawala direalisasikan dengan menyelenggarakan konferensi Colombo pada 28 April – 2 Mei 1954. Pesertanya adalah Perdana Menteri Sri Langka Kotelawala, Perdana Menteri India Nehru, Perdana Menteri Pakistan Mohammad Ali Jinnah, Perdana Menteri Myanmar U Nu, dan Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo
Di dalam Konferensi Colombo itu, Indonesia mengajukan usulan membentuk kerjasama seluruh negara-negara Asia dan Afrika karena mempunyai kepentingan yang sama, yakni membangun negaranya agar sederajat dengan negara-negara maju. Usulan Indonesia diterima oleh semua peserta Konferensi Colombo. Oleh karena itu disepakati untuk menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) dengan pemerintah Indonesia sebagai perancang dan sekaligus pelaksananya. Dalam rangka itulah Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengadakan kunjungan kenegaraan ke India, Pakistan, Myanmar dan Sri Langka. Setiap kunjungan ditutup dengan pernyataan bersama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah tuan rumah tentang pentingnya KAA.
Sebagai langkah persiapan akhir penyelenggaraan KAA, pada 28-31 Desember 1954 diadakan Konferensi Bogor dengan peserta terbatas, yakni Indonesia, India, Pakistan, Srilanka, dan Burma. Lima negara ini kemudian ditetapkan menjadi negara sponsor penyelenggaraan  KAA di Bandung pada18-25 April 1955. Asia 25 negara yang mengikuti KAA dan terdiri dari 20 negara Asia ( Indonesia, India, Pakistan, Srilanka, Myanmar, Kamboja, RRC, Irak, Iran, Laos, Libanon, Thailand, nepal, Saudi Arabia, Syria, Turki, Vietnam Utara, Yaman, Yordania dan Afghanistan) dan 5 negara Afrika ( Mesir, Sudan, Libia, Ethiopia, dan Liberia).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar